Beredar Surat dari LKBH Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Soal Kasus Pasangan Dituduh Mes*m


Kapolresta Tangerang AKBP Sabilul Alif (Foto: Ahmad Bil Wahid/detikcom)


Infoteratas.com - Enam orang ditetapkan sebagai tersangka kasus penggerebekan sepasang kekasih yang dituduh mes*m di Cikupa, Kabupaten Tangerang, Banten. Polisi berharap, kasus ini jadi yang terakhir.

Pernyataan tersebut disampaikan Kapolresta Tangerang AKBP Sabilul Alif dalam keterangan lewat akun Facebook-nya seperti dilihat detikcom, Rabu (15/11/2017).

"Terkait kejadian pengeroyokan, penganiayaan, maupun persekusi, serta penelanjangan yang tentunya ini tidak manusiawi, saya berharap ini adalah kejadian yang terakhir dan tidak pernah terjadi lagi khususnya di wilayah Indonesia," ujarnya.

"Negara kita adalah negara hukum, kita dilindungi hukum, Polri hadir memberikan perlindungan hukum kepada siapapun juga," sambungnya menegaskan.

AKBP Sabilul mengecam kasus persekusi. Dia menegaskan polisi tidak akan segan-segan melakukan penindakan. Dia berharap masyarakat tidak main hakim sendiri.

AKBP Sabilul sendiri merasa prihatin dengan kasus penggerebekan sepasang kekasih yang dituduh mes*m di Cikupa, Kabupaten Tangerang, Banten. Apalagi korban ditelanjangi oleh para pelaku sehingga kini mengalami trauma. Ironisnya, dua orang pelaku adalah ketua RT dan RW.

Keenam tersangka yang sudah ditahan yakni G, T, A, I, S dan N. Tersangka G merupakan ketua RW 03 sedangkan T merupakan ketua RT 07/03. Mereka dijerat pasal berlapis tentang pengeroyokan dan perbuatan melanggar hukum. Para tersangka kini terancam hukuman di atas 5 tahun penjara.


Ironi Peran Sosial Ketua RT/RW dalam Kasus Pasangan Ditelanjan*i

Ketua RT berinisial T dan Ketua RW berinisial G di Kampung Kadu RT 07/RW 03, Cikupa, Kabupaten Tangerang jadi tersangka dalam kasus penganiayaan pasangan kekasih, R (28) dan M (20). T, G, dan tersangka lain juga menelanjangi pasangan itu yang kemudian video rekamannya menjadi viral.

Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Derajad S Widhyharto menilai fenomena ini sebagai krisis ketokohan sosial. Ketua RT dan Ketua RW yang seharusnya mengayomi, justru malah menjadi provokator dalam kasus ini.

"Bisa jadi ada krisis ketokohan sosial, tokoh sosial bukan semata orang Pak RT atau Pak RW, kita krisis orang yang mampu memahami kondisi sosial, padahal tokoh sosial yang baik adalah yang paham kondisi sosial," kata Derajad saat berbincang dengan detikcom, Selasa (13/11/2017).


Ketua RT atau RW, menurut Derajad, merupakan tokoh sosial bentukan pemerintah. Dengan demikian mereka adalah tokoh struktural.

"Yang paling baik tokoh masyarakat muncul secara alamiah, misalkan, dipilih karena sosok itu mau membantu orang lain, itu proses penokohan yang alamiah gitu," kata Derajad.

Tokoh sosial juga mestinya merupakan sosok yang objektif. Namun yang terjadi pada kasus di Cikupa adalah adanya sikap ingin menunjukkan kuasa secara subjektif.

"Dia tak melindungi masyarakat secara umum tapi melihat subyektifitas, merasa punya power, itu yang jadi problem serius, tokoh itu menurut masyarakat seperti apa? Tokoh yang tidak sekadar berpihak, tapi melihat sesuatu secara objektif," tutur Derajad.
Pada kasus ini, T, adalah orang yang pertama kali mendobrak pintu dan sempat memobilisasi massa. Dia pula yang merekam kejadian itu dan mengajak warga untuk ikut mengambil foto R dan M yang sedang diarak keliling.

Di sisi lain, latar belakang masyarakat juga harus dilihat. Derajad menilai bahwa latar masyarakat di Cikupa itu tergolong suburban, sehingga ada irisan antara budaya kota dengan desa.

"Nah, problemnya dalam kasus ini ada proses emosional, ada nilai kota dan desa bercampur jadi satu. Mungkin bagi pasangan itu, mereka menjalankan nilai kota--mungkin lagi ngobrol biasa--tapi di sisi lain ada nilai-nilai yang masih berbau tertutup sehingga mendorong masyarakat melakukan aksi tersebut," papar Derajad.


Nilai sosial yang berlaku dalam suatu masyarakat juga berpengaruh dengan tindakan sosial yang muncul. Untuk itu tokoh sosial yang muncul dari nilai masyarakat sangat diperlukan sebagai penengah.

Polisi telah menetapkan 6 orang tersangka dalam kasus ini. Mereka dijerat pasal 170 dan 335 dengan ancaman di atas 5 tahun penjara.

Dari 6 orang tersangka, 2 orang di antaranya merupakan ketua RT dan RW setempat. Mereka terbukti melakukan penganiayaan dan perbuatan melanggar hukum. 


Beredar surat dari Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum dari Paguyuban Tionghoa yang mengapresiasi gerak cepat dari Kapolresta tangerang AKBP Sabilul Alif.





Ngenes!! Sudah Yatim Piatu, Ternyata Begini Hidup Sehari-hari Pasangan Wanita Yang Disangka Mes*m


Wanita korban penelanjangan dan penganiayaan di Cikupa, Kabupaten Tangerang, Banten, bekerja sebagai buruh pabrik. Mia Aulina (20) yang merupakan yatim-piatu itu bekerja di pabrik sol sepatu.


Pabrik tersebut tak jauh dari kontrakan korban. Dia digaji per hari sebesar Rp 80 ribu.

"Iya, sudah sekitar 2 bulan kerja di sini, gaji per hari Rp 80 ribu," kata pengawas pabrik, Risma, saat ditemui, Selasa (14/11/2017).

Risma menyebut M bekerja di bagian operator. Setiap akhir pekan, pabrik tersebut meliburkan karyawannya.

"Dia kerja setiap hari masuk. Tapi Sabtu dan Minggu di sini memang libur," ujarnya.

Risma tak menyangka salah seorang pekerjanya dituduh berbuat mes*m dan dianiaya. Dia menyayangkan perbuatan itu dan merasa simpati terhadap korban.

"Saya dapat kabar hari Minggu sore. Nggak nyangka juga, tapi saya merasa simpati karena ada kejadian ini," pungkasnya. (http://ift.tt/2kffO5u


from Infoteratas http://ift.tt/2mrBKLM

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :

0 Response to "Beredar Surat dari LKBH Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Soal Kasus Pasangan Dituduh Mes*m"

Post a Comment