Pemerintah Sulit Untuk menahan Laju Inflasi Bulan Juni 2017


Pemerintah Sulit Untuk menahan Laju Inflasi Bulan Juni 2017 -  Cita-cita pemerintah menahan laju inflasi pada Juni lalu agaknya cuma isapan jempol. Lihatlah, alih-alih mentok pada batas atas proyeksi pemerintah yang sebesar 5,0 persen, inflasi Juni malah meroket mencapai 0,69 persen. Capaian ini bahkan nyaris menyentuh dua kali lipat dari inflasi bulan lalu yang hanya 0,39 persen

Badan Pusat Statistik (BPS) melansir, kelompok pengeluaran untuk transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan menjadi biang keroknya. Kelompok ini menyumbang inflasi hingga 0,23 persen. Diikuti oleh kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,18 persen, serta bahan makanan 0,14 persen.

Maklumlah, ramadan dan lebaran jatuh pada Juni, di mana tradisi mudik banyak dimanfaatkan masyarakat lewat pengeluaran transportasi. Ditambah lagi, gejolak harga tiket perjalanan di seluruh moda transportasi. Yang paling terasa, tarif angkutan udara dan bus antar kota yang naik selangit.

Selain itu, bulan lalu merupakan imbas kenaikan tarif dasar listrik (TDL) untuk pelanggan listrik berkapasitas 900 volt ampere (VA) pasca bayar. Kenaikan tarif listrik tahap ketiga yang jatuh pada 1 Mei lalu tersebut secepat kilat mengerek inflasi.

Pemerintah Sulit Untuk menahan Laju Inflasi Bulan Juni 2017

"Ada juga inflasi dari komponen ini karena kenaikan harga air PAM," ujar Kepala BPS Suhariyanto, awal pekan ini. Agen Poker Terbesar di Indonesia

Belum lagi, kenaikan harga bahan pangan yang memang akrab jelang perayaan lebaran. Di luar komoditas beras dan daging sapi yang notabene menjadi langganan penyumbang inflasi, hampir seluruh harga bahan pangan, termasuk sayur-sayuran, ikut-ikutan bengkak.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengaku, laju inflasi Juni memang meleset dari target pemerintah. Hal ini dikarenakan penanggulangan dari sisi volatile foods tak sepenuhnya menjamin harga pangan stabil di ramadan dan lebaran.

Tak cuma itu, dampak kebijakan peningkatan tarif listrik juga tak terhindarkan. Dampaknya bahkan sudah terasa sejak Januari lalu. Begitu pula halnya dari sisi transportasi yang tak terbendung aktivitas mudik sebagian besar masyarakat.

"Memang, agak tinggi, 0,69 persen itu. Agak di atas harapan. Tapi, kalau dilihat, secara tahun kalender (year to date/ytd) masih ok dan secara tahunan (year on year/yoy) masih oke," tutur dia.


Pemerintah Sulit Untuk menahan Laju Inflasi Bulan Juni 2017

Lihat juga:Sri Mulyani Klaim Juni Puncak Inflasi Setahun
Inflasi tahun berjalan Januari - Juni tercatat sebesar 2,38 persen. Sedangkan, secara tahunan mencapai 4,38 persen. Dengan posisi itu, pemerintah optimis upaya menjaga inflasi di kisaran 4,0 persen di penghujung tahun bukan mimpi di siang bolong.

Optimisme pemerintah itu didasari upaya menekan inflasi volatile foods dan administered price. Toh, pemerintah berkomitmen untuk tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dan gas elpiji tiga kilogram (melon) sampai September mendatang. Bukan itu saja, pemerintah juga mengurungkan niatnya mengerek TDL sampai Desember nanti.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meyakini, inflasi paruh kedua ini akan lebih terkendali dibandingkan semester I. Menurut dia, puncak kenaikan inflasi telah dilalui di paruh pertama, yakni pada Juni. Agen Bola Terpecaya

"Kami harap, tekanan dari sisi pengeluaran akan berkurang dan tekanan dari sisi permintaan, juga berkurang. Sehingga, pada semester II, prospek inflasi jadi relatif lebih baik," katanya.

Lihat juga:Inflasi Juni 2017 Capai 0,69%
Namun demikian, pemerintah tetap memasang kuda-kuda terhadap berbagai sentimen yang mampu memengaruhi gejolak harga. Misalnya, harga komoditas di dunia, nilai tukar dolar AS, stabilitas ekonomi global dan domestik, investasi.

"Ini tentu juga sangat bergantung pada kebijakan Bank Indonesia (BI) untuk terus menjaga inflasi yang berasal dari inti dan impor," imbuh mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede punya pendapat berbeda. Ia menjelaskan, laju inflasi memiliki kecenderungan melampaui proyeksi pemerintah. Ia memperkirakan, inflasi akan berada di kisaran 4,0 persen - 4,5 persen.

Ia melihat, masih ada peluang inflasi mendaki di akhir tahun, sejalan dengan tren tahunan, di mana konsumsi masyarakat meningkat bersamaan dengan perayaan natal dan pergantian tahun.

Memang, kebijakan pemerintah menahan kenaikan TDL dan BBM, serta elpiji melon sedikit banyak ampuh menjadi penawar laju inflasi. "Mungkin, memang dalam beberapa bulan ke depan tak signifikan. Tapi jelang natal, biasanya meningkat sampai tahun baru," kata Josua kepada CNNIndonesia.com.

Adapun, upaya pemerintah mengurungkan kenaikan harga BBM dan elpiji melon, kata Josua, sejalan dengan pergerakan harga minyak dunia yang tengah dikendalikan oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC).

Untuk mengendalikan inflasi, Josua menyarankan, pemerintah menekan komponen gejolak harga dengan memastikan pasokan dan harga pangan stabil. Pemerintah juga dirasa perlu menjaga iklim politik dalam negeri yang sedikit banyak kerap memengaruhi gejolak harga pasar, terutama nilai tukar.

Namun, dari sisi eksternal, ia mengingatkan, pemerintah perlu mewaspadai dampak dari rencana bank sentral AS, The Federal Reserve, yang akan kembali mengerek suku bunga sebelum pergantian tahun nanti.

"The Fed masih sekali lagi dan mereka akan mengurangi neraca keuangannya secara radial. Implikasinya nanti pada dampak penguatan dolar. Ini perlu diwaspadai," imbuhnya.

Sementara, BI diusulkan masih perlu menahan tingkat suku bunga acuan hingga akhir tahun. Opsi ini bukan tidak mungkin ditempuh, mengingat kondisinya sangat mendukung.

Lihat juga:Inflasi Naik, Bankir Yakin BI Tak Kerek Suku Bunga
Jika inflasi terjaga, lanjut Josua, pemerintah dapat mendorong konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi penopang pertumbuhan ekonomi. Perlu diketahui, inflasi yang tinggi menekan daya beli masyarakat yang notabene sudah kurang darah sejak awal tahun ini.

"Kalau inflasi rendah, daya beli bisa meningkat, konsumsi rumah tangga pun bisa meningkat. Semoga meningkatnya bisa lebih dari 5,0 persen. Sehingga, imbasnya pertumbuhan ekonomi setidaknya bisa 5,1 persen sampai 5,2 persen di akhir tahun," terang dia.

Sementara itu, Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardana meramal, inflasi sampai akhir tahun nanti berpotensi menyentuh 4,57 persen. Proyeksi ini mempertimbangkan realisasi inflasi sepanjang Januari - Juni 2017 yang secara tahunan telah mencapai 4,38 persen.

Pertimbangan lainnya, merujuk pada risiko penurunan harga minyak dunia. "Awalnya, kami berasumsi bahwa harga minyak dunia rata-rata sebesar US$55 per barel. Sedangkan, realisasi tahun ini sekitar US$52 per barel dan trennya menurun," ucapnya dalam keterangan tertulis

# Sumber

from Coretan Penaku http://ift.tt/2unSvY7

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pemerintah Sulit Untuk menahan Laju Inflasi Bulan Juni 2017"

Post a Comment